Sabtu, 24 Desember 2011

Halal dan Haram


HARAM VS HALAL (NAJIS DAN TAHIR)


* Imamat 5:3,
"Atau apabila ia kena kepada kenajisan berasal dari manusia, dengan kenajisan apapun juga ia menjadi najis, tanpa menyadari hal itu, tetapi kemudian ia mengetahuinya, maka ia bersalah."
'O {atau} KHI {karena} YIQA' {ia menyentuh} BETUM'AT {kepada kekotoran} 'ADAM {manusia} LEKHOL {untuk segala sesuatu} TUM'ATO {kekotorannya} 'ASYER {yang} YITMA' {akan menjadi kotor} BAH {kepadanya} VENE'ELAM {dan disembunyikan} MIMENU {darinya} VEHU' {dan ia} YADA' {mengetahui} VE'ASYEM {dan ia bersalah}


* Matius 23:27,
"Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran."
ouai {celakalah} humin {kalian} grammateis {wahai ahli-ahli Taurat} kai {dan} pharisaioi {wahai orang-orang Farisi} hupokritai {wahai orang-orang munafik} hoti {bahwa} paromoiazete {kalian menjadi seperti} taphois {kuburan} kekoniamenois {sudah diputihkan} hoitines {yang} exôthen {sebelah luar} men {sesungguhnya} phainontai {mereka kelihatan} hôraioi {cantik} esôthen {di dalamnya} de {tetapi} gemousin {mereka penuh} osteôn {tulang-tulang} nekrôn {orang-orang mati} kai {dan} pasês {setiap} akatharsias {yang tidak bersih, kekotoran}


Kata Ibrani tum'a (kekotoran) muncul 26 kali, sedang kata sifat tamé (kotor) 72 kali. Kata-kata lain jarang muncul. Kata Yunani akatharsia (kekotoran) dan akathartos (kotor) muncul 41 kali. Kata-kata lain juga jarang muncul. Bersih, kotor, najis, tahir, haram dan halal semuanya dipakai untuk mengungkapkan konsep itu dalam hubungan yang bermacam-macam. Dalam kata-kata Alkitab untuk bersih, pemakaiannya secara jasmani, ritual dan etis adalah saling tindih.



I. Kebersihan sangat dihargai


Kebersihan jasmani sangat dihargai dan diterapkan di negeri-negeri yang disebut dalam Alkitab. Herodotus menyatakan bahwa imam-imam di Mesir mandi dua kali tiap hari, dan dua kali tiap malam. Di Israel kebersihan jasmani membuat orang siap menghadap hadirat Allah, jika motifnya layak. Pada sedini zaman Nuh pembedaan antara bersih dan kotor (halal dan haram) telah diindahkan.


* Kejadian 7:2,
"Dari segala binatang yang tidak haram haruslah kau ambil tujuh pasang, jantan dan betinanya, tetapi dari binatang yang haram satu pasang, jantan dan betinanya".
MIKOL {dari segala} HABEHEMAH {ternak itu} HATEHORAH {yang tahir} TIQAKH-LEKHA {engkau harus mengambilnya} SYIV'AH {tujuh} SYIV'AH {tujuh} 'ISY {jantan} VE'ISYTO {dan betinanya} UMIN-HABEHEMAH {dan dari ternak itu} 'ASYER {yang} LO' {tidak} TEHORAH {tahir} HI' {ia} SYNAYIM {dua} 'ISY {jantan} VE'ISYTO {dan betinanya}

Petunjuk dalam Kitab Kejadian ihwal binatang yang halal dan haram ini menentukan apakah binatang-binatang ini boleh dikorbankan atau tidak.


* Kejadian 9:3,
"Segala yang bergerak, yang hidup, akan menjadi makananmu. Aku telah memberikan semuanya itu kepadamu seperti juga tumbuh-tumbuhan hijau."
KOL-REMES {semua yang bergerak} 'ASYER {yang} HU'-KHAY {ia hidup} LAKHEM {bagi kalian} YIHYEH {menjadi} LE'OKHLAH {sebagai daging [makanan]} KEYEREQ {bahkan yang hijau} 'ESEV {tumbuh-tumbuhan} NATATI {Aku memberikan} LAKHEM {kepada kalian} 'ET-KOL {semuanya}

Ayat di atas jelas menyatakan bahwa "segala yang bergerak, yang hidup, akan menjadi makananmu." Peraturan Imamat 11 dan Ulangan 14 membuat pembedaan sebagai asas bagi hukum makanan.


* Imamat 11:46-47,
"Itulah hukum tentang binatang berkaki empat, burung-burung dan segala makhluk hidup yang bergerak di dalam air dan segala makhluk yang mengeriap di atas bumi, yakni untuk membedakan antara yang najis dengan yang tahir, antara binatang yang boleh dimakan dengan binatang yang tidak boleh dimakan."
ZOT {inilah} TORAT {hukum} HABEHEMAH {ternak itu} VEHA'OF {dan unggas itu} VEKHOL {dan segala} NEFESY {makhluk} HAKHAYAH {yang hidup} HAROMESET {yang bergerak} BAMAYIM {di air} ULEKHOL-NEFESY {dan untuk segala makhluk} HASYORETSET {yang merayap} 'AL-HA'ARRTS {di atas bumi itu} LEHAVDIL {untuk membedakan} BEYN {antara} HATAME' {yang najis, haram} UVEYN {dan antara} HATAHOR {yang tahir, halal} UVEYN {dan antara} HAKHAYAH {binatang} HANE'EKHELET {yang boleh dimakan} UVEYN {dan antara} HAKHAYAH {binatang} 'ASYER {yang} LO' {tidak} TE'AKHEL {boleh dimakan}



II. Pada zaman paling kuno


Pada zaman Bapak leluhur dan zaman kerajaan Israel pembedaan itu sudah ada. Bandingkan Kejadian 31:35 (mengenai Rahel dengan ilah-ilah keluarga bapaknya, Laban) dan 1 Samuel 20:26 (ketidakhadiran Daud pada meja raja Saul). Sayang, bahwa beberapa ahli sering salah mengerti akan pentingnya pembedaan ini, karena mereka menghubungkan semua peraturan Perjanjian Lama dari kelompok ini, untuk menduga adanya larangan-larangan yang bersifat takhayul.



III. Zaman para nabi


Para nabi -- norma-norma etikanya yang tinggi dikagumi oleh setiap orang - juga berbicara tentang yang haram. Yesaya, dalam wahyunya mengenai zaman kebenaran yang akan datang, memberitakan bahwa jalan kudus tidak akan dilintasi oleh orang yang tidak tahir (Yesaya 35:8). Lagipula ia menghimbau Yerusalem supaya siaga akan kekuatannya, sebab tidak seorang pun yang tak bersunat atau yang najis akan masuk ke dalamnya pada masa kemuliaannya (Yesaya 52:1). Selanjutnya nabi pembawa kabar baik itu memohon kepada yang melakukan pelayanan kudus untuk menghindari hal yang najis, dan supaya menyucikan diri ketika mengangkat perkakas rumah Tuhan (Yesaya 52:11). Hosea, nabi Allah yang kasih-Nya dipatahkan, memperingatkan bangsanya bahwa kerajaan utara bukan hanya akan kembali ke Mesir, tapi juga akan makan makanan najis di Asyur (Hosea 9:3). Amos, pejuang bagi kebenaran Allah yang tiada taranya, menubuatkan sebagai jawaban atas kekerasan yang akan memberangus pemberitaannya, bahwa Amazia dari Betel akan mengalami perbuatan tangan Allah yang berat atasnya dalam keluarganya yang terdekat, dan ia sendiri akan mati di tanah yang najis (Amos 7:17). Yehezkiel imam itu dengan bermacam cara mengungkapkan kejijikannya akan pengotoran bangsanya, dan kemualannya sendiri terhadap caranya ia dipanggil untuk melukiskan kenajisan bangsanya itu secara dramatis di hadapan mereka (Yesaya 4:14).


IV. Hukum Taurat Musa


Hukum Taurat mengadakan perbedaan yang jelas antara yang bersih dan yang kotor, antara yang kudus dan yang tidak kudus, antara yang najis dan yang tidak najis (Imamat 10:10). Yang tidak kudus pertama-tama ialah penajisan seremonial, bukan secara moral, kecuali jika dilakukan dengan sengaja. Siapa yang najis tidak boleh melayani di tempat suci dan tidak boleh bersekutu dengan teman seagama. Penajisan seremonial itu dapat dilakukan dengan bermacam cara, dan untuk itu diadakan sarana-sarana bagi pentahirannya.

1. Menyentuh mayat menyebabkan orang najis (Bilangan 19:11-22). Menurut peraturan Perjanjian Lama, tercemar karena menyentuh mayat manusia termasuk yang paling buruk. Barangkali bagi umat Allah mayat melambangkan kegawatan yang paling parah dan konsekuensi yang paling berat dari dosa.

2. Penyakit kusta, baik pada manusia maupun pada pakaian atau pada rumah, mencemarkan (Imamat 13; 14).

3. Mengeluarkan lelehan (yang dihubungkan dengan fungsi melahirkan), baik yang biasa maupun yang tidak, menajiskan orang Israel (Imamat 12; 15).

4. Makan daging burung, ikan atau binatang yang haram menajiskan orang. Imamat 11 dan Ulangan 14 memuat daftar yang diperluas dari apa yang halal dan yang haram. Binatang-binatang pemangsa binatang dipandang haram, karena binatang-binatang itu makan darah dan daging korbannya. Burung-burung yang haram sebagian besar termasuk burung-burung yang memangsa atau burung-burung yang makan bangkai. Ikan tanpa sisip dan sisik juga haram. Dikatakan, bahwa binatang yang kelihatannya seperti ular menyebabkan binatang itu dilarang, tapi larangan ini bijaksana menurut ilmu kesehatan, karena ikan-ikan kerang-kerangan dapat menyebabkan racun-darah dan penyakit lain. Makan daging yang telah disayat-sayat atau yang disembelih dengan sadis menjadi sumber kenajisan (Keluaran 22:31; Imamat 17:15; Kisah Para Rasul 15:20, 29). Makan darah dilarang sejak zaman paling kuno (Kejadian 9:4).

5. Cacat tubuh dipandang sebagai kenajisan dalam efeknya, sehingga penyandang terlarang menghampiri mezbah. Peraturannya diberikan khusus bagi putra-putri Harun, para imam yang melayani di dalam tempat suci (Imamat 21:16-24). Akhirnya, pembunuhan yang tak dihukum (Ulangan 21:1-9) dan khususnya penyembahan berhala (Hosea 6:20) menjadikan tanah itu najis. Pembunuhan itu menghantam gambar Allah (Kejadian 9:6), sedang penyembahan berhala ialah pelanggaran terhadap kebaktian rohani yang wajib dipersembahkan hanya kepada Allah (Keluaran 20:4).


V. Zaman setelah pembuangan


Para ahli Taurat pada zaman setelah pembuangan dan para Farisi zaman Perjanjian Baru memperluas dan mempertajam perbedaan antara yang najis dan yang tidak najis dengan ketentuan-ketentuan yang mereka buat dan tambahkan sendiri (Markus 7:2, 4). Suatu sistem yang diperluas dan yang sangat memberatkan diperkembangkan dari peraturan-peraturan yang ada. Umpamanya: sebuah kitab kanonik menyatakan tanda-tangan adalah najis, tapi sebuah kitab non-kanonik tidak menyatakan demikian. Bagian terbesar dari keenam bagian Misyna membicarakan hal pentahiran. Peraturan-peraturan yang dilipatgandakan itu membenarkan pernyataan Yesus yang demikian: "Sungguh pandai kamu mengesampingkan perintah Allah, supaya kamu dapat memelihara adat istiadatmu sendiri" (Markus 7:9).


VI. Keharusan dan bentuk pentahiran


Israel harus kudus (Imamat 11:44, 45) dan terpisah dari segala yang najis. Kenajisan seremonial memberitakan dosa. Kebersihan tubuh dituntut dalam masyarakat mereka. Hukum-hukum yang mengenai kebersihan diikuti oleh orang yang setia dalam menghampiri allah. Orang yang bersihlah yang dapat menghampiri Allah dalam kebaktian. Dalam pemakaian keagamaan "yang bersih" (suci, halal) menunjuk kepada apa yang tidak mencemarkan seremonial. Istilah itu digunakan bagi binatang-binatang (Kejadian 7:2), tempat (Imamat 4:12), barang-barang (Yesaya 66:20) atau orang-orang yang secara ritual tidak dicemarkan (1 Samuel 20:26, Yehezkiel 36:25). Kebersihan secara etis atau kemurnian disebut dalam Mazmur 19:9; 51:7, 10. Suatu pemakaian yang jarang digunakan dalam arti "tanpa cela" atau "tanpa kesalahan" terdapat di Kisah Para Rasul 18:6.

Cara pentahiran yang biasa dilakukan ialah mandi dan mencuci pakaian (Imamat 15:8, 10-11). Pentahiran dari kenajisan akibat lelehan menurut cara khusus (Imamat 15:9), juga kelahiran anak (Imamat 12:2, 8; Lukas 2:24), penyakit kusta (Imamat 14), menyentuh mayat (Bilangan 19; bagi seorang Nazar, Bilangan 6:9-12). Pentahiran dapat bersifat ragawi (Yeremia 4:11; Matius 8:3); ritual, dengan suatu korban karena dosa (Keluaran 29:36), untuk menebus dosa (Bilangan 35:33), untuk meniadakan kecemaran seremonial (Imamat 12:7; Markus 1:44); etis, baik oleh pembersihan manusia dari kecemaran dosanya (Mazmur 119:9; Yakobus 4:8), atau oleh pembersihan Allah dari kesalahannya (Yehezkiel 24:13; Yohanes 15:2). Pembersihan secara ritual dilakukan dengan air, api, atau abu atau anak lembu merah. Mazmur 51:9 memakai bentuk seremonial menjadi gambar dari yang etis atau yang rohani. Daud berdoa, "Bersihkanlah aku daripada dosaku dengan hisop, maka aku akan menjadi tahir, basuhlah aku maka aku menjadi lebih putih dari salju".


VII. Pandangan Perjanjian Baru


Dalam ajaran-Nya, Kristus lebih menekankan kemurnian moral daripada seremonial (Markus 7:1-23). Tuduhan-Nya yang terkeras ditujukan terhadap mereka yang menganggap hal-hal yang ritual dan yang lahiriah lebih tinggi daripada hal-hal yang moral dan etis. Yang penting bukanlah seremonial, melainkan moral, pencemaran.

Jika kita sungguh-sungguh membaca ayat-ayat tertentu Perjanjian Baru, kita diberitahu tentang kebiasaan orang Yahudi mengenai pembersihan dan pencemaran. Markus 7:3-4 menyajikan pernyataan ringkas tentang peraturan pembasuhan tangan, pencemaran yang terjadi di pasar, dan penyucian perkakas-perkakas. Yohanes 2:6 menyinggung cara membasuh diri jika hendak memasuki sebuah rumah, dan Yohanes 3:25 menunjukkan bahwa hal penyucian menimbulkan perdebatan. Peraturan-peraturan yang ketat menguasai penyucian bagi hari raya Paskah; ini semua disinggung pada Yohanes 11:55 dan 18:28. Penderita kusta yang ditahirkan harus melaksanakan korban tahirannya, yang dituntut oleh Taurat Musa (Markus 1:44). Untuk meniadakan penentangan dan untuk memperoleh penerimaan yang lebih baik terhadap berita yang dibawanya, Paulus melakukan upacara penyucian di Bait Suci Yerusalem (Kisah Para Rasul 21:26). Tindakan yang menimbulkan teka-teki itu harus dinilai dalam terang gagasannya "bagi semua orang menjadi segala-galanya" -- artinya hidup sebagai Yahudi di antara orang Yahudi -- "karena Injil" (1 Korintus 9:22). Peristiwa ini tidak mengubah kebenaran bahwa Kristus telah mencabut segala peraturan imamat mengenai makanan dan praktek-praktek yang najis (Matius 15:1-20 dan Markus 7:6-23), dalam terang mana Petrus diperintahkan supaya berbuat (Kisah Para Rasul 10:13 dan ayat berikutnya), dan Paulus mengumumkan dengan resmi peraturan tentang tingkah laku kristiani (Roma 14:14, 20; 1 Korintus 6:13; Kolose 2:16, 20-22; Titus 1:15). Ibrani 3:19 dan seterusnya menitikberatkan bahwa satu-satunya kenajisan yang berarti penting secara agamawi ialah kenajisan hati nurani. Obatnya adalah korban Kristus, yang dipersembahkan dalam dunia kerohanian.

Seperti diharapkan, Injil-injil paling banyak berbicara tentang pembedaan antara yang tahir dan yang najis. Pentahiran dalam Injil-injil dibicarakan di bawah bermacam-macam kategori. Pentahiran itu dilihat dalam hubungannya dengan penyakit kusta (Matius 8:2; Markus 1:44; Lukas 5:14; 17:11-19). Kata yang dipakai dalam hubungan ini ialah 'katharizein', tapi Lukas 17:15 (yaitu kejadian mengenai 10 penderita kusta) memakai kata iasqai-iasthai (menyembuhkan). Pentahiran penderita kusta itu terdiri dari dua bagian: (a) upacara dengan dua ekor burung (Imamat 14) dan (b) upacara yang dilakukan delapan hari kemudian. Mengenai makanan ada upacara pembasuhan tangan (Matius 15:1-20; Markus 7:1-23; Yohanes 2:6; 3:25). Seperti yang ditunjukkan di atas, ada pentahiran sehubungan dengan Paskah (Yohanes 11:55; 18:28). Semua ragi harus benar-benar disingkirkan dari rumah (Keluaran 12:15; 19-20; 13:7). Akhirnya, setelah bayi lahir satu korban harus dipersembahkan pada akhir masa kenajisan, yaitu 40 hari bagi anak laki-laki dan 80 hari bagi anak perempuan (Lukas 2:22).


VIII. Kesimpulan


Ada yang menduga bahwa hukum-hukum yang mengatur pentahiran dan kenajisan itu bukan sekedar berakibat merintangi hubungan sosial dan keagamaan dengan non-Yahudi, khususnya dalam hal makanan, tapi pada asasnya diberikan untuk tujuan ini. Moore berpendapat tidak ada bukti baik internal maupun eksternal untuk mendukung hal ini. Penalarannya demikian: "Semuanya itu mewujudkan kebiasaan-kebiasaan kuno, yang asal dan alasannya telah lama dilupakan. Beberapa di antaranya didapat di antara orang-orang Sem, atau lebih luas lagi; beberapa, sepanjang kita ketahui, bersifat khusus Israel; tapi sebagai keseluruhan atau kita boleh mengatakan, sebagai suatu sistem, semuanya itu mewujudkan kebiasaan-kebiasaan khusus yang telah diwarisi oleh orang Yahudi dari nenek moyang mereka dengan sanksi keagamaan dalam dua kategori tentang yang kudus dan yang najis atau cemar. Bangsa-bangsa lainnya memiliki kebiasaan mereka sendiri, ada yang untuk semua golongan, ada lagi, seperti yang terdapat pada orang Yahudi, khusus untuk para imam. Sistem ini juga bersifat khusus."

Dalam diskusi mengenai aturan-aturan yang jauh jangkauannya, yang membedakan antara yang kudus dan yang najis atau antara yang halal dan yang haram di antara binatang-binatang, burung-burung dan ikan-ikan, ada bermacam-macam penalaran yang diberikan bagi hukum-hukum itu. Alasan tradisional dan yang paling kentara ialah penalaran yang religius atau rohani: "Haruslah kamu menjadi orang-orang kudus bagi-Ku" (Keluaran 22:31).

Suatu keterangan yang lain ialah keterangan yang dikaitkan dengan kesehatan, yang diberikan oleh Maimonides, filsuf besar Yahudi dari Abad Pertengahan di Spanyol dan oleh ahli-ahli terkemuka lainnya. Alasannya ialah bahwa ikan yang tanpa sisik dan babi menyebabkan penyakit. Pendapat ini didukung oleh riset modern. Suatu keterangan lain lagi ialah yang bersifat psikologis. Binatang-binatang yang dilarang itu nampak menjijikkan atau menyebabkan jiwa yang kejam pada mereka yang memakannya. Alasan keempat ialah yang bersifat dualistis. Orang Israel, sama halnya dengan orang-orang Persia, dikatakan sebagai menganggap segala binatang yang najis berasal dari kuasa jahat. Suatu keterangan lain bersifat kebangsaan, beranggapan bahwa orang Israel dikelilingi oleh begitu banyak larangan agar mereka terpisah dari semua bangsa lainnya. Para penentang pendapat ini menunjukkan, bahwa binatang-binatang yang dilarang dalam hukum Musa sebenarnya sama dengan binatang-binatang yang didalam dalam agama Hindu, Babel dan Mesir.

Teori paling populer di kalangan juru kritik ialah yang dikemukakan oleh W. Robertson Smith ("The Religion of the Semites"). Köhler meringkaskannya: "Mengingat bahwa hampir tiap suku bersahaja menganggap binatang-binatang tertentu terlarang, maka diduga bahwa binatang-binatang yang terlarang atau ditabukan itu semula dipandang dan disembah sebagai totem marga. Tapi kenyataan yang dikemukakan itu tidak cukup mendukung teorinya, khususnya mengenai orang-orang Sem. Justru teori itu tidak lebih dari dugaan orang licik...." Jika bahan-bahan Alkitab diberi wibawa yang biasa, maka keterangan-keterangan yang bersifat rohani dan kesehatan itulah yang benar. [ðððð]


Sumber: Ensiklopedi Alkitab Masa Kini
Disalin dari : Milis Biblika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar